Rabu, Mei 13

SBY, Favorit Intelektual Muda ?


Tulisan ini dibuat dalam rangka mencari benang merah, apakah betul bahwa kaum intelektual muda memang lebih condong kepada SBY seperti apa yang pernah disampaikan Tim Aspirasi Pemilu 2009 yang diprakarsai Yayasan Jalanmata dan diberitakan di SM hari Senin, 27 April 2009.

Terlebih dahulu penulis ingin menyampaikan kepada para pemaca apa itu makna intelektual? Apakah semua civitas akademika di sebuah perguruan tinggi dapat dikatakan sebagai kaum intelektual, dan apa sesungguhnya yang menjadi ciri dasar dari kaum intelektual.

Menurut Coser (1965), intelektual adalah orang-orang berilmu yang tidak pernah merasa puas menerima kenyataan sebagaimana adanya. Mereka selalu berpikir soal alternatif terbaik dari segala hal yang oleh masyarakat sudah dianggap baik.

Kalau kita mencari arti kata intelektual di situs wikipedia.com, maka akan kita temukan hasil yang mengatakan bahwa Intelektual ialah orang yang menggunakan inteleknya untuk bekerja, belajar, membayangkan, menggagas, atau menyoal dan menjawab diskursus tentang berbagai- ide. Kata intelek yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari juga sering diartikan dan disamakan dengan kata cerdas. Sehingga orang yang intelek dalam kehidupan kita sehari-hari dapat disebutkan sebagai orang pintar atau orang cerdas.

Penambahan kata “muda” di belakang kata intelektual, tidak perlu dijelaskan, sebab kata tersebut jelas memberi tahu bahwa orang intelektual tersebut masih mud secara usia biologis.
Secara umum, ada beberapa hal yang menjadi ciri perilaku kaum intelektual, yaitu:
pertama, mereka terlibat dalam idea-idea dan buku-buku;
kedua, mereka mempunyai kepakaran dalam cabang ilmu tertentu, budaya dan seni;
ketiga, penulis mengutip ceramah Pramoedya Ananta Toer pada saat diundang Senat Mahasiswa Universitas Indonesia pada sekitar tahun 90-an, bahwa mereka yang dikatakan Intelektual adalah mereka yang menempatkan nalar (pertimbangan akal) sebagai kemampuan pertama yang diutamakan untuk melihat tujuan akhir.

Kaum intelektual menjadi penting karena mereka mampu mempengaruhi pemimpin-pemimpin dan militan-militan partai, gerakan sosial dan politisasi kelas sosial; kedua, mereka melegitimasi dan mempropagandakan secara halus sebuah rezim, kepemimpinan atau gerakan politik; ketiga, mereka menyediakan diagnosa atas masalah ekonomi, politik negara, kebijakan dan strategi-strategi imperialis; keempat, menguraikan solusi-solusi, strategi-strategi politik dan program-program bagi rezim, gerakan dan para pemimpin; dan terakhir mereka mampu mengorganisasi dan berpartisipasi dalam pendidikan politik partai atau aktivis gerakan.
Bahkan Sharif Shaary menegaskan bahwa seorang intelektual bukan hanya sekadar berpikir tentang kebenaran tetapi harus menyuarakannya, walau apapun rintangannya. Seorang intelektual yang benar tidak boleh berkecuali, dan harus memihak kepada kebenaran dan keadilan.

Koran SUARA MERDEKA di Semarang memuat hasil penelitian Tim Aspirasi Pemilu 2009 yang menyebutkan bahwa SBY jadi favorit intelektual muda. Penelitian yang dilakukan pada 15-16 April 2009 kepada 131 orang intelektual muda, (terdiri atas 51,15 % laki-laki dan 48,85% perempuan) yang tersebar di berbagai fakultas di lingkungan Universitas Diponegoro (Undip) mengatakan bahwa para responden menilai SBY menjadi tokoh yang paling layak dan akan dipilih mereka.

Kritik penulis atas penelitian ini adalah; pertama, apakah sebelumnya Tim Aspirasi Pemilu 2009 sudah terlebih dahulu membatasi orang-orang yang dianggap sebagai intelektual muda atau belum? Kalau sudah bagaimana metode untuk menentukan apakah seseorang itu dikatakan sebagai intelektual muda?

Kedua, andaikata sebelum penelitian ini dilakukan tidak ada kriteria yang ditentukan, akan sangat kontraproduktif untuk kualitas sebuah penelitian. Berarti dengan kata lain, Tim Aspirasi Pemilu 2009 ini menyamaratakan semua mahasiswa yang ada di Universitas Diponegoro.

Sebagai dasar memberi kritikan, bahwa tidak fair semua mahasiswa disamaratakan wawasannya dan keilmuannya, penulis ingin menyampaikan fakta yang ditemukan penulis selama 4 tahun belakangan di lembaga kemahasiswaan UNDIP, UNNES, POLINES, UNSOED, UNS, IAIN Walisongo Semarang, IKIP PGRI Semarang.

Penulis beberapa kali diundang dalam forum-forum yang diadakan berbagai lembaga kemahasiswaan dalam berbagai kesempatan. Beberapa acara tersebut merupakan acara untuk umum (semua mahasiswa boleh ikut), namun beberapa di antaranya adalah forum-forum aktivis lembaga kemahasiswaan.

Fakta yang didapati penulis adalah; pertama, tidak semua mahasiswa mengikuti perkembangan social politik kontemporer yang sedang terjadi di Indonesia. Karena dari beberapa pertanyaan yang disampaikan penulis, beberapa para mahasiswa tidak mengetahui.

Kedua, ada pernyataan secara tersirat dari beberapa mhasiswa bahwa politik itu kotor dan memuakkan. Atas dasar ini, penulis merasa khawatir bahwa salah satu narasumber yang menjadi responden dalam penelitian Tim Aspirasi Pemilu 2009 adalah mahasiswa yang mempunyai pendapat yang sama. Dan karena ewuh pakewuh, terpaksa menjawab pertanyaan dari Tim Aspirasi Pemilu 2009.

Ketiga, kritikan penulis terhadap penelitian Tim Aspirasi Pemilu 2009 yang dipublikasikan tersebut adalah karena melansir kata intelektual muda. Ada kesan bahwa semua mahasiswa adalah kaum intelektual muda. Dan untuk generalisasi ini penulis sangat tidak sepakat.
Seorang intelektual muncul karena proses pencarian ilmu yang dilaluinya, bukan karena baju yang dikenakan.


Muhith Harahap, SH. MH
085 225 115 105

Penulis adalah Mantan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum UNDIP,
Alumni Pasca Sarjana UNDIP,
dan Wakil Sekum KNPI Jateng.

1 komentar:

  1. Hehehhe,,,
    masih lebih tinggi pangkat Saya sebagai Ketua Senat KM Undip..., mas Muhith kan hanya di Senat FH. heheheh,,,

    Upsss,,, tp gak ding, tanpa "ijin" mas Muhith saat itu gak mgkn Saya bisa berkantor di PKM Joglo,,, heheheh... Duuuh,,, hampir sj saya jd kacang lupa ama kulitnya... Hehhe... Pisss ^_^v

    Ofis Ricardo, SH...

    BalasHapus